-Indonesia tanah air beta Pusaka abadi nan jaya Indonesia sejak dulu kala Tetap di puja-puja bangsa Di sana tempat lahir beta Dibuai dibesarkan bunda Tempat berlindung di hari tua Tempat akhir menutup mata-
(home) (gubug hatiku) (ceritaku) (jepretan) (hometown) (my pride) (Tentang Penulis) kritik saran

Mengapa di Mall & Food Court Tak Ada Sate Kambing?



SATE KAMBING adalah salah satu makanan favorit bagi umumnya masyarakat Indonesia – termasuk saya. Namun sayangnya makanan ini tidak ada di sembarang tempat. Di mall, di food court, dan tempat-tempat makan yang nyaman lainnya, tidak mudah ditemukan sate kambing ini. Mengapa demikian? Mengapa sate kambing tidak bisa mengikuti trend ayam goreng misalnya yang kini ada di mana-mana, di tempat elit ber AC sampai pinggiran jalan?

Berikut adalah jawaban atas pertanyaan tersebut yang sudah sempat kami diskusikan dengan teman-teman di Pesantren Wirausaha Daarul Muttaqiin.

Daging kambing berbahaya bagi kesehatan?

Citra sate kambing sebagai makanan enak tetapi berdampak buruk terhadap kesehatan seperti kolesterol yang menyebabkan darah tinggi dan lain sebagainya, bisa jadi menjadi penyebab tidak adanya sate kambing ini di tempat-tempat tersebut di atas. Jawaban untuk ini adalah pembuktian ilmiah karena citra buruk kolesterol tinggi ini belum tentu benar, belum ada bukti ilmiah untuk ini. Yang ada malah bukti sebaliknya dari United States Department of Agriculture (USDA) yang menyatakan bahwa kolesterol daging kambing sesungguhnya lebih rendah dari daging sapi dan bahkan lebih rendah dari daging ayam.

Ketika saya menjelaskan datanya USDA tersebut dalam tulisan saya sebelumnya, ada pembaca yang menyanggahnya dengan alasan bahwa benar-benar ada orang yang stroke setelah makan daging kambing. Ada pula yang menyanggahnya dengan alasan bahwa orang menjadi perkasa (kejantanannya) setelah makan daging kambing, jadi dia berpendapat pasti ada zat-zat yang tidak biasa pada daging kambing ini yang berbahaya bagi orang yang berpotensi darah tinggi, dan lain sebagainya.

Lagi-lagi alasan tersebut juga belum terbukti secara ilmiah; bisa jadi karena sugesti, bisa pula karena berlebihan -- makan apa saja bisa berbahaya bila berlebihan--, bisa juga karena penanganan daging yang salah setelah disembelih. Saya sendiri berkeyakinan, daging kambing ini pasti aman dikonsumsi secara normal –-karena kalau seandainya daging kambing berbahaya bagi manusia– pasti para nabi tidak menggembala kambing.

Seandainya daging kambing berbahaya bagi kesehatan, pasti pula tidak disyariatkan kita memotong kambing untuk qurban, aqiqah, denda karena melanggar larangan haji, dan lain sebagainya. Karena konsekuensi dari syariat ini adalah akan banyaknya event di mana orang memakan daging kambing. Cara pandang untuk selalu kembali ke Al Qur’an dan Hadits ini memudahkan kita mengambil keputusan atau pendapat – karena keduanya tidak akan pernah membuat kita tersesat.

Proses memasak sate kambing yang menyebarkan asap.

Alasan kedua ini yang lebih masuk akal, mengapa sate kambing tidak ada di mall dan food court yang ber-AC. Bayangkan bila dalam satu mall atau food court ada satu saja yang membakar sate dengan areng layaknya tukang sate pada umumnya, seluruh mall atau food court akan dipenuhi asap – dan fire alarm-pun berbunyi seolah terjadi kebakaran! Karena alasan inilah maka para pengelola mall dan food court pada umumnya tidak mengizinkan memasak makanan yang menimbulkan asap.

Tetapi ‘membakar’ sate kan tidak harus dengan batu bara dan tidak harus menimbulkan asap, bisa di grill misalnya. Mungkin aromanya tidak seenak kalau dibakar biasa – tetapi ini layak dicoba.

Saat ini kami sedang me-riset cara ‘membakar’ sate kambing yang tidak menimbulkan asap tetapi rasa dan aromanya seenak kalau dibakar biasa, salah satunya adalah membakar sate dengan menggunakan batu lava, batu apung. Masih ada masalah teknis sedikit dengan jenis batu yang tepat, bentuk kompor yang pas, dan lain sebagainya. Tetapi insy Allah masalah-masalah teknis ini akan segera teratasi.

Peluangnya...


Bisa dibayangkan bila pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas terjawab. Tiba-tiba sate kambing masuk tempat makan elit layaknya ayam goreng. Bila di Jabodetabek ada seratus tempat saja yang menjual sate kambing di ‘lingkungan yang baru’ ini (bisa counter di food court, full scale restaurant atau hanya tambahan menu di restaurant/counter yang sudah ada), masing-masing menghabiskan 2 ekor kambing per hari misalnya (tukang sate yang sudah jalan baik bisa puluhan kambing per harinya), maka akan ada kebutuhan 200 ekor kambing perhari, 6000 per bulan, 72000 per tahun !.

Bagaimana kalau sate kambing dan ‘cara bakar sate’ yang baru ini kita perkenalkan ke kota-kota lain dan juga negara-negara lain layaknya McDonald dan Colonel Sanders yang mengekspor Burger dan ayam goreng-nya ke seluruh penjuru dunia? Tidak terhitung kebutuhan kambing dan lapangan pekerjaan yang insya Allah tercipta.

Untuk Jabodetabek dengan target 200 ekor kambing per hari, 6,000 per bulan, 72,000 per tahun saja – ini insya Allah sudah akan menyerap ribuan tenaga kerja. Mulai dari pelihara kambing, pabrik pakan ternak, tukang potong kambing, transportasi, juru masak, tenaga pemasaran, pemilik/penjaga restaurant, dan lainnya.

Industri kambing bisa sangat menjanjikan ke depan. Selain kambing susu yang sudah kita mulai, kambing pedaging-pun ternyata tidak kalah menariknya. Semoga secara bersama-sama kita bisa menangkap peluang tersebut....Amin.

Sumber: Hidayatullah.com

0 komentar: